Back

USD/IDR Pulih, Rupiah Bertahan di Dekat 16.200, Ada Kecemasan AS Resesi

  • Rupiah Indonesia berusaha menyeret Dolar AS lebih rendah, kini USD/IDR bergerak di dekat 16.200.
  • Bank Indonesia memprakirakan PDB tahunan di Indonesua untuk 2024 berada dalam kisaran 4,7-5,5%.
  • Pasar mengharapkan The Fed akan memangkas suku bunganya secara agresif hingga tiga kali tahun ini.

Pasangan mata uang USD/IDR kembali berpijak di dekat level 16.200 setelah anjlok pada hari Jumat dan mengalami koreksi pada perdagangan kemarin dengan mencatatkan terendah di 16.122 dan ditutup di 16.226. Dolar AS (USD) melemah akibat tekanan dari sejumlah data Amerika Serikat (AS) yang suram sehingga membuat Rupiah Indonesia (IDR) mampu mempertahankan kekuatannya.

Indonesia menghasilkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan untuk Kuartal 2-2024 di 5,05%, sedikit di bawah tingkat sebelumnya di 5,11%, dan berada di atas estimasi 5%. Sementara PDB kuartal-ke-kuartal mengalami pertumbuhan ke 3,79%, jauh di atas tingkat sebelumnya -0,83% dan sedikit lebih tinggi dari estimasi 3,71%, seperti yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia kemarin. 

Sementara itu, dalam laporannya Bank Indonesia (BI) menyebutkan, ke depan, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7-5,5% tahun-ke-tahun yang didukung oleh permintaan domestik. BI juga menyebutkan, pertumbuhan di Kuartal 2 ini karena didukung oleh aktivitas ekonomi domestik yang tetap terjaga.

Data dari AS yang dirilis semalam mengindikasikan bahwa tekanan inflasi di tingkat bisnis masih ada dengan Indeks Manajer Pembelian (IMP) Gabungan AS untuk bulan Juli berada di 54,3, di bawah ekspektasi 55,0. Kemudian, IMP Jasa ISM untuk periode yang sama meningkat ke 51,4, lebih tinggi dari ekspektasi 51,0. Meskipun demikian, Harga Jasa yang Dibayar ISM untuk bulan Juli naik ke 57,0 dari 56,3, melebihi ekspektasi pasar yang memprakirakan penurunan ke 55,8.

Sebelumnya, data ketenagakerjaan AS yang dirilis pada hari Jumat di pekan sebelumnya, menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran pada bulan Juli telah meningkat, sehingga memicu kemungkinan bahwa ekonomi AS sedang menuju resesi yang berdampak pada sentimen di pasar. 

Pasar mengharapkan Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunganya secara agresif, sebesar 50 basis poin (bp) di bulan September seperti yang ditunjukkan oleh perangkat FedWatch bahwa peluangnya saat ini telah mencapai 74,5%, jauh lebih tinggi dari peluang yang terlihat pada sepekan sebelumnya sebesar 11,4%. Kemudian beberapa analis juga memprakirakan The Fed akan melanjutkan pemangkasan lainnya di bulan November dan Desember.

Presiden Federal Reserve Chicago, Austan Goolsbee mengatakan kepada Reuters, "semua kemungkinan tetap ada" mulai dari kenaikan hingga pemangkasan suku bunga, karena The Fed tetap mempertahankan fokusnya pada ketenagakerjaan, inflasi, dan stabilitas keuangan, ketika dirinya ditanya terkait kemungkinan pemotongan suku bunga antar-pertemuan.
 

USD/INR Kehilangan Daya Tarik di Tengah Kekhawatiran Resesi AS

Rupee India (INR) pulih pada hari Selasa di tengah penurunan Dolar AS (USD). Kenaikan mata uang lokal mungkin terbatas karena sentimen risiko cenderung mempengaruhi pasar. Pada hari Senin, INR jatuh ke level terendah sepanjang masa pada pembukaan pasar karena para pedagang mengkhawatirkan resesi AS yang membayangi yang dapat menyebabkan arus keluar asing lebih lanjut dari India dan pasar-pasar negara berkembang lainnya. Selain itu, perdagangan yang melonggar di tengah-tengah rally dalam Yuan Tiongkok dan Ye
Baca lagi Previous

Harga Emas Bertahan Stabil di Atas Level $2.400 di Tengah Berbagai Isyarat Fundamental

Harga emas (XAU/USD) menyentuh level terendah satu pekan pada hari Senin, meskipun berhasil bertahan dan pulih dari support Simple Moving Average (SMA) 50 hari di sekitar area $2.365-2.364. Data makro AS yang lebih lemah memicu kekhawatiran tentang penurunan ekonomi terbesar di dunia dan meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga yang lebih besar oleh Federal Reserve (The Fed). Hal ini menyebabkan penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS baru-baru ini, yang, bersama dengan krisis Timur Tengah yang mem
Baca lagi Next